Prof Achmad Gunaryo: Penyuluh Agama Jangan Melulu Tradisional,

MELAWI-Para penyuluh agama Non PNS kabupaten Melawi mengikuti Zoom Metting pada diklat Kompetensi Penyuluh Agama Non PNS bersama Prof, Dr, H, Achmad Gunaryo, M, Soc,Sc, kepala Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama, RI dengan tema Pembangunan Bidang Agama Sabtu (10/10). Dalam kesempatan tersebut Prof Gunaryo menyampaikan, penyuluh agama adalah bagian dari kementrian agama, yang mempunyai peran dalam pembangunan bidang agama. Maka dari itu penyuluh harus bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas dengan baik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. “Untuk bisa memahami bidang agama, kita harus memahami apa yang diinginkan oleh kementrian agama, atau apa yang menjadi visi misi kementrian agama” kata Profesor dalam ceramah virtual. Kemudian prof Gunaryo menyampaikan, visi kementrian agama adalah, professional dan terpercaya dalam membangun masyarakat yang saleh, moderat, cerdas dan unggul untuk mewujudkan Indonesia maju berdaulat, mandiri dan berkepribadian, berdasarkan gotong royong. Prof menjelaskan, Profesional adalah kata sifat, artinya kalau kita menjadi penyuluh maka harus menjadi penyuluh yang professional. Professional itu membuktikan pada pengabdian yang tinggi. Tidak menjadikan pekerjaan kita saat ini menjadi yang nomor sekian. “Memang tidak mudah menjadi professional namun ini yang harus kita upayakan” tegasnya. Menurut Professional sendiri ada dua, 1. Watak dan karakter, ada aturan yang harus dimainkan oleh seorang yang professional. Tidak bisa disebut profesinoal, jika kita mempunyai watak baik namun kita tidak mempunyai kompetensi, demikian halnya kita tidak bisa disebut professional jika mempunyai kompetensi namun tidak mempunyak watak yang baik. Maka pelatihan seperti ini sangat penting. Profesional di bidang agama juga harus dilaksanakan dengan professional, sebab kalau kita tidak melaksanakan secara professional maka kita akan tertinggal dengan yang lain. Apalagi persaingan dewasa ini sangat ketat. “Jadi Profesionalisme bukan Pilihan melainkan kewajiban” katanya. Di era saat ini, dimana masyarakat lebih aktif dalam menggunakan medsos, nah untuk menyikapi masalah seperti ini tentu kita juga harus paham untuk mengatasinya, maka peningkatan kapasitas penyuluh juga penting untuk dilakukan. “Kita tidak bisa hanya melaksanakan kegiatan secara tradisional seperti selama ini, namun kita juga harus menyesuaikan dengan keadaan yang ada di lingkungan kita, supaya pesan yang kita sampaikan bisa diterima oleh masyarakat,” katanya. Selanjutnya, kata Prof, sebagai seorang penyuluh maka kita juga harus berusaha membangun masyarakat yang saleh, untuk mewujudkan hal ini memang sangat berat. Kesalehan yang kita bangun bukan hanya kesalehan individual namun juga kesalehan social. “Nah mungkin selama ini kita sudah melaksanakan dan membangun kesalehan individual. Namun untuk mewujudkan kemajuan atau membangun bangsa ini kita tidak cukup untuk membangun kesalehan individual namun juga harus membangun kesalehan social. Artinya kita harus mengedepankan kepentingan orang banyak daripada kepentingan dirikita pribadi” katanya. Prof menyampaikan, Teokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana prinsip-prinsip Ilahi memegang peran utama. Kata "teokrasi" berasal dari bahasa Yunani (theokratia). Teokrasi artinya “pemerintahan oleh wakil tuhan”. Teokrasi adalah sistem pemerintahan yang menjunjung dan berpedoman pada prinsip Ilahi. Mereka tidak membutuhkan masukan dari rakyat, jadi system negara yg seperti ini tidak ada yang namanya demokrasi. Kemudian negara sekuler adalah, negara yang membedakan urusan negara dan agama. Negara yang seperti ini membuka konsultasi kepada rakyat, maka sekuler ini pastinya berlaku demokrasi. Nah dalam demokrasi ini tidak boleh kita mengklaim sebagai orang yang paling benar. Kalau ini berlaku maka yang ada hanya peperangan bukan pembangunan. Maka hidup dalam alam demkorasi kita tidak boleh ekstrim, karena ini akan menghalangi pembangunan. Nah di Indonesia ini tidak mengikuti keduanya, kita menggunakan Pancasila. Di negara kita agama di hargai, agama difasilitasi oleh negara. Dalam beberapa hal kita mengadopsi teokrasi namun dalam hal lain kita memberlakukan demokrasi. Karena dalam beberapa hal negara juga meminta masukan kepada masyarakat. Maka dari itu di negara Pancasila ini kita harus membangun moderasi dalam pemahaman beragama. Kita tidak boleh ekstrim, karena kita berada pada negara Pancasila, bukan negara teokrasi atau sekuler.

Comments

Popular posts from this blog

FKPAI Hadiri Silaturahmi Kerukunan Antar Umat Beragama GP Ansor

Pengertian Zakat

Upaya Guru Bahasa Arab Dalam Menumbuhkan Pemahaman Kitab Kepada Siswa di Madrasah Aliyah Baitulmal Pancasila Nanga Pinoh